Di malam yang dingin motor Doni menembus rerintikan hujan
dengan tergesa untuk menemui kekasihnya yang sudah menunggunya di cafe sejam
yang lalu untuk merayakan anniversary mereka. Senyumnya mengembang saat dia
telah sampai dipelataran cafe tersebut. Aroma kopi yang kuat telah menyeruak di
hidungnya dicafe yang sangat cozy sangat
pas untuk merayakannya apalagi suasana cafe tidak begitu rame sehingga ada
sedikit privacy untuk pasangan kekasih ini. “Kamu selalu nggak pernah on time!
Aku sejam menunggumu disini.” tutur Mira, kekasihnya. “Maaf, tadi dijalan macet
dan hujan deras pula. Happy anniversary Mira Dewindra Kumala.” Ucap Doni.
Keesokan
paginya seperti biasa Doni menjemput Mira untuk berangkat kuliah. Dia
melongok-longok ke arah bangunan tempat tinggal Mira, matanya menyisir semua
area untuk mencari Mira lalu Doni mengeluarkan ponsel dari saku celananya
“Mira, aku sudah didepan kost kamu.” Pesan pun dikirim. “Maaf ya sudah buat
kamu menunggu lama. Ayo kita berangkat!”. 10 menit perjalanan menuju kampus
mereka tidak banyak bicara hanya suara deru motor yang membelah keheningan
diantara mereka. Mira sedang asyik dengan gadget
ditangannya dan tidak menghiraukan sekitar dan Doni yang berjalan
bersampingan dengan dia. “Kenapa tertawa, Mir?” tanya Doni. “Oh nggak apa-apa
kok.. Ini cuman ada pesan dari Adit.” ucapnya. Adit adalah sahabat Mira
semenjak dibangku SMA.
“Ha?
Masa sih si Tania sudah putus sama si roy? Padahal mereka sudah pacaran 4 tahun
loh. Ah sayang sekali!” ucap Mira. Mira sedang bertemu dengan Adit di cafe
tempat dia dan kekasihnya merayakan hari spesialnya, mereka telah membuat janji
sebelumnya lewat pesan singkat yang dikirim oleh Adit. “Wah benar sayang
sekali! Meraka terlihat sangat serasi ya.” ucap Adit. Mereka menghabiskan waktu
yang lumayan lama untuk mengobrol dan tidak disangka Adit menyatakan
perasaannya ke Mira dan hati Mira berkecamuk antara senang dan sedih dengan
kenyataan bahwa dia telah bersama Doni, kekasihnya. Mira menerima cinta Adit
dan dia tidak perlu berpikir panjang lagi. “Aku ingin mencari suasana baru
dengan orang lain. Hubunganku dengan Doni sudah sangat hambar dan aku sudah
tidak ada hasrat untuk bersamanya, tapi aku sayang Doni.” pikirnya.
Sudah
2 bulan telah bersama dengan Adit dan Doni mulai curiga dengan perubahan sikap
Mira 2 bulan belakangan ini. Doni telah menanyakan apakah hubunga mereka
baik-baik saja tetapi Mira hanya diam membisu. “Cappucino small satu.” ucap
Doni. Doni menghabiskan waktunya di cafe dimana dia merayakan hari spesial
bersama Mira. Arsitektur cafe itu tidak berubah setelah 6 bulan Doni tidak
menginjakkan kakinya disana, aroma kopinya juga tidak berubah tetap harum
seperti awal dia datang. Dia menghirup aroma kopinya sehingga pikirannya
terhegemoni dengan aroma kopi tersebut. Dia meniup asap tipis yang mengelilingi
kopinya yang menyeruak ke wajah Doni lalu Doni menikmati kopinya dengan sangat
tenang. Pikirannya kacau dan dia gelisah melihat perubahan Mira yang tidak
peduli lagi dengannya. “Aku harus bagaimana lagi untuk menunjukkan kalau aku sayang
dia? Aku salah apa? Aku pikir hubungan kita baik-baik saja tidak ada yang
salah. Aku juga selalu on time bila menemuinya.” pikirnya. Doni menatap cangkir
yang berisikan kopi berwarna coklat dengan asap tipisnya, asap itu berpilin
bebas ke atas bersama pikiran Doni.
“Apa!
Mira selingkuh dengan Adit? Kamu pasti berbohong kan? Jawab!” teriak Doni. “Aku
tidak berbohong. Aku melihat Adit memeluk Mira dan memanggilnya ‘sayang’. Semua
orang juga tahu bila mereka berpacaran.” ucap Bella, teman Doni. “Aku harus apa?
Aku harus bagaimana? Apa ini benar? Kenapa begitu sakit? Setelah sekian lama
kita bersama dia berani menduakan aku. AKU HARUS APA!!!” pikirnya. Pikiran dan
hati Doni kini berkecamuk antara ingin menemui Mira dan menemui Adit untuk
mencari kebenaran berita itu. Doni hanya bisa diam seribu bahasa dan merasakan
kesakitannya. Pertengkaran antara Doni dan Mira pun tak terelakkan, mereka
saling tuduh menghardik satu sama lain. Sudah tidak ada kejelasan lagi hubungan
mereka dan mereka memutuskan untuk berpisah.
Doni
memacu motornya dengan kecepatan tinggi untuk menuju cafe tempat dia biasa
menenangkan diri. Hujan deras pun turun dan udara dingin menyeruak ditubuh
Doni, sama dinginnya dengan perasaannya saat ini. Sesampainya, dia lalu
memarkirkan motornya dan berlari menuju kedalam dan memesan cappucino small. Doni
hanya tertunduk lesu mengingat kejadian saat pertengkaran itu dan air matanya
turun sederas hujan di luar. Dia melongok kejendela sembari memainkan
cangkirnya yang masih berisikan kopi yang mulai dingin, dia belum meminumnya
sedikit pun, dia larut dalam kesedihannya yang kehilangan Mira, mantan
kekasihnya.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar